SOSIALISME DAN DEMOKRASI
Pertalian antara demokrasi dan sosialisme merupakan
satu-satunya unsur yang paling penting dalam pemikiran dan politik sosialis.
Ditinjau dari segi sejarah sosialisme, segera dapat diketahui gerakan sosialis
yang berhasil telah tumbuh hanya di negara-negara yang mempunyai
tradisi-tradisi demokrasi yang kuat, seperti Inggris, Selandia Baru,
Skandinavia, Belanda, Swiss, Australia, Belgia (William Ebenstein, 1994: 213).
Mengapa demikian sebab pemerintahan yang demokratis dan konstitusional pada
umumnya diterima, kaum sosialis dapat memusatkan perhatian pada programnya yang
khusus, meskipun program itu tampak terlalu luas yakni: menciptakan kesempatan
yang lebih banyak bagi kelas-kelas yang berkedudukan rendah mengakhiri
ketidaksamaan yang didasarkan atas kelahiran dan tidak atas jasa, membuka
lapangan pendidikan bagi semua rakyat, memberikan jaminan sosial yang cukup
bagi mereka yang sakit, menganggur dan sudah tua dan sebagainya.
Semua tujuan sosialisme demokratis ini mempunyai persamaan
dalam satu hal yaitu membuat demokrasi lebih nyata dengan jalan memperluas
pemakaian prinsip-prinsip demokrasi dari lapangan politik ke lapangan bukan
politik dari masyarakat. Sejarah menunjukkan, masalah kemerdekaan merupakan
dasar bagi kehidupan manusia. Kemerdekaan memeluk agama-kepercayaan, mendirikan
organisasi politik dan sebagainya merupakan sendi-sendi demokrasi. Jika prinsip
demokrasi telah tertanam kuat dalam hati dan pikiran rakyat, maka kaum sosialis
dapat memusatkan perhatian pada aspek lain. Sebaliknya, di Negara yang masih
harus menegakkan demokrasi, partai sosialis harus berjuang untuk dapat
merealisasikan ide tersebut. Misalnya di Jerman masa kerajaan kedua (1870-1918)
yang bersifat otokratis, partai sosialis demokratis senantiasa bekerja dengan
rintangan yang berat. Lembaga parlementer hanya sebagai selubung untuk menutupi
pemerintahan yang sebenarnya bersifat diktaktor. Pada masa Bismarck berkuasa,
kaum sosialis demokrasi dianggap sebagai” musuh-musuh Negara”, dan pemimpin
partai yang lolos dari penangkapan melarikan diri ke Inggris dan Negara Eropa
lainnya. Demikian pula pada masa republik Weiner (1919-1933), partai sosial demokratis
Jerman juga tidak berdaya karena tidak ada pemerintahan yang demokratis.
Di Rusia sebelum 1917, keadaan lebih parah lagi, Rezim Tsar
yang despotis malahan sama sekali tidak berpura-pura dengan masalah
pemerintahan demokratis. Jadi tidak mungkin ada perubahan sosial dan ekonomi
dengan jalan damai, sehingga apa yang terjadi ialah revolusi oleh kaum komunis.
Perang Dunia (PD) II memberikan gambaran lebih jelas tentang
masalah di atas. Menjelang tahun 1936 partai sosialis di Perancis merupaksn
partai yang terkuat. Selama PD II di bawah kedudukan Jerman, kaum komunis lebih
banyak bergerak di bawah tanah, mengadakan teror dan bertindak di luar hukum
sebagaimana sifatnya dalam keadaan normal pun juga demikian, memperoleh
pengikut yang lebih banyak, sehingga menjadi partai yang terkuat di Perancis.
Berbeda dengan yang berada di Inggris, kaum sosialis dalam
pemilihan umum tahun 1951, memperoleh suara 6 kali pengikut yang lebih banyak
jumlahnya apabila dibandingkan dengan suara yang didapat kaum komunis. Bukti tersebut
tidak hanya diberikan oleh Inggris Raya, tetapi juga oleh Negara-negara
demokratis lainnya yang mempunyai gerakan–gerakan sosialis yang kuat. Hal ini
menunjukkan bahwa kemerdekaan sipil yang penuh dapat menangkal fasisme dan
komunisme .
Apabila orang ingin memberikan tingkat kepada Negara-negara
demokratis dewasa ini, terutama dalam masalah kemerdekaan sipil, maka Inggris,
Norwegia, Denmark, Swedia, Belanda, Belgia, Australia, Selandia Baru dan Israel
akan berada di Puncak daftar. Di Negara itu dalam masa terakhir berada di bawah
pemerintahan sosialis atau kabinet-kabinet koalisi yang di dalamnya kaum
sosialis memperoleh perwakilan yang kuat (William Ebenstein,1994: 215).
Kesejajaran di atas tidaklah rumit untuk ditelusuri, kaum
sosialis demokratis menyadari akan kenyataan bahwa, tanpa kesempatan-kesempatan
yang diberikan oleh pemerintahan konstitusional yang liberal mereka tidak akan
sampai pada tangga pertama. Sekali mereka berkuasa dalam pemerintahan, kaum
sosialis masih tetap mempertahankan psikologi oposisi. Sebab mereka tahu bahwa
dengan memegang kekuasaan politik belum berarti soal-soal organisasi sosial dan
ekonomi dengan sendirinya akan terpecahkan . Dengan kata lain, sebelum kaum
sosialis mengambil alih pemerintahan, mereka beroposisi terhadap pemerintah dan
kelas-kelas yang berpunya; setelah mereka mendapat kekuasaan dalam
pemerintahan, psikologi oposisi yang ditunjukkan terhadap status quo ekonomi
perlu tetap ada.
Demokrasi dan sosialilsme merupakan dua ideologi yang
sekarang nampak diannut di berbagai Negara yang bukan Fasis dan bukan Komunis.
Dalam keadaan sekarang tidak mudah merumuskan pengertian demokrasi . Berbagai
macam demokrasi telah berkembang menjadi berbagaai bentuk masyarakat. Demokrasi
Inggris modern atau demokrasi Swedia lebih dekat dalam beberapa hal pada
sosialisme Negara di Soviet Rusia dibandingkan dengan sistim ekonomi Amerika
Serikat . Akan tetapi dalam soal-soal perorangan dan kemerdekaan politik hal
sebaliknya yang berlaku . Berbeda lagi yang ada di Amerika Serikat mungkin
dapat disebut “demokrasi kapitalis”. Disebut demikian karena yang tampak hanya
demokrasi politik, tetapi tidak cukup ada apa yang dinamakan demokrasi ekonomi
dengan tetap adanya freefight ekonomi yang memungkinkan beberapa gelintir orang
menjadi kapitalis yang amat kaya .
Demokrasi ekonomi dan disamping itu demokrasi sosial dapat
diketemukan dalam idiologi sosialisme, yang pada prinsipnya menjurus kepada
suatu keadilan sosial dengan semboyan : kepada seorang harus diberikan sejumlah
yang sesuai dengan nilai pekerjaanya. Akan tetapi untuk mencapai itu,
pemerintah sering harus campur tangan dengan membatasi keluasaan gerak-gerik
para warganegara. Sampai di mana ini berlaku, tergantung dari keadaan setempat
di tiap-tiap Negara ( Wiryono P., 1981: 137) .
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sosialisme hanya dapat
berkembang dalam lingkungan masyarakat dan pemerintahan yang memiliki tradisi
kuat dalam demokrasi . Pada saat kaum sosialis berhasil memegang kekuasaan,
pemerintahan masih tetap diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk ikut
ambil bagian ( sebagian oposisi) ) dan mereka juga menyadari bahwa kekuasaan
yang diperoleh tidak bersifat permanen
Refferensi : serbasejarah.wordpress.com/2009/04/18/sosialisme-sebagai-ideologi-politik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar